Pesan-Pesan Menggugah Untuk Pendakwah Yang Gagah
Oleh: Komunitas "HQJ" (High Quality Jomblo).
Mengabdikan hidup untuk berdakwah di jalan Allah adalah salah satu akhlak sahabat yang mulia. Hal itu pula yang menyebabkan mereka mendapat perrtolongan dari Allah Swt. Para sahabat mendengar sendiri bahwa Allah Swt. telah menentukan peran dan misi mereka di muka bumi ketika Allah Swt. berfirman,
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (TQS: Al-baqarah : 143).
Berdakwah di jalan Allah itu termanifestasi dalam bentuk berikut,
- Memberi nasihat dan petunjuk kepada seluruh umat manusia, serta membimbing mereka menuju jalan Allah.
- Beramar ma’ruf nahi munkar terhadap orang yang tidak mempan diberi nasihat dan petunjuk.
- Berjuang atau berjihad melawan orang-orang kafir dan munafik yang merintangi jalan menuju Allah.
Allah Swt. berfirman,
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (TQS: Al-Imran 104).
Menjadi pengemban dakwah sejatinya adalah sebuah keharusan bagi setiap musliim, tidak sebagian, akan tetapi keseluruhan. Agama Islam adalah agama dakwah, tanpa ada aktifitas dakwah dari Rasulullah, para sahabat dan generasi penerusnya, tentu sampai sekarang kita tidak akan pernah mengenal Islam. Demikian halnya menjadi pengemban dakwh adalah sebuah kemuliaan, karena aktifitas ini pula yang ditempuh oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sang tauladan dan sahabat-sahabatnya yang senantiasa berada dalam ketaatan.
Betapa bahagia jika diri ini ikut ambil bagian menjadi pejuang-pejuang Allah Swt. yang tulus ikhlas berjuang siang malam tanpa motivasi apapun kecuali berharap Ridlo dari Allah Swt. Dakwah adalah wujud rasa syukur kita kepada Allah Swt yang telah memberikan kita berbagai macam kenikmatan, terutama kenikmatan Iman yang sampai kini masih dapat kita rasakan. Dakwah juga merupakan wujud cinta kita terhadap sesama untuk menyeru kepada mereka agar kembali ke jalan yang benar, jalan yang diridloi oleh Allah Swt, karena kita tidak ingin saudara kita berjalan di tanpa tahu arah dan tujuan, padahal di depan sana ada sebuah jurang yang siap merenggut nyawanya.
Allah Swt berfirman.
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah [?], dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (TQS. An-nahl : 125)
Hikmah, ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik". (TQS. Yusuf : 108.)
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu [?]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (TQS. Al-Imran : 159).
Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
Belasan abad yang lalu Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan tentang betapa besarnya pahala dari Allah yang dijanjikan kepada para pengemban dakwah yang senantiasa ikhlas bergerak dan berjuang ditengah-tengah ummat lewat sebuah sabdanya yang mulia.
“Barangsiapa siapa menyeru pada petunjuk (agama Allah) maka baginya pahala sebanyak pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. (HR. Bukhari).
Dan juga Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersumpah atas nama Allah bahwasannya adalah lebih baik menyampaikan paikan Islam kepada satu orang daripada memliki Toyota Alphard,
“Demi Allah, memberi petunjuk kepada satu orang itu jauh lebih baik bagimu daripada memiliki unta berwarna kemerah-merahan (harta kekayaan yang paling berharga menurut orang Arab). (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).
Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah memberi gambaran tentang bagaimana kita hidup di dunia ini. Beliau menjelaskannya dengan sebuah perumpamaan yang sangat indah dan dapat dipahami dengan mudah.
“Perumpamaan orang yang beramar ma’ruf nahi munkar dan yang melanggar larangan Allah adalah ibarat kaum yang melakukan undian untuk memilih tempat diperahu. Sebagian menempati bagian atas, dan sebagian yang lain menempati tempat bagian bawah. Orang yang di bawah, ketika hendak mengambil air mereka harus melewati orang yang ada di atas, kemudian mereka berkata,
“Bagaimana seandainya kita yang ada di bawah ini melubangi tempat kita agar tidak mengganggu penumpang kapal yang di atas?"
Apabila mereka dibiarkan melakukan apa yang mereka inginkan maka semua penumpang kapal baik yang di atas maupun yang dibawah akan binasa. Sebaliknya, jika penumpang kapal yang di atas melarang mereka melakukan hal itu maka mereka akan selamat, dan semua penumpang kapal akan selama. (HR. Bukhari, Tirmidzi, dan Ahmad).
Inilah betapa indahnya Islam mengajarkan setiap pemeluknya untuk senantiasa ber-amar ma’ruf nahi munkar, agar kita semua selamat dari murka Allah Swt. Para sahabat melihat sendiri Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam menerapkan secara praktis prinsip dakwah di dunia nyata. Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam selalu menunaikan kewajiban dakwah, bahkan aktivitas dakwah inilah yang menyibukkan beliau, baik pada waktu siang, malam, susah, senang, sehat, sakit, dan dalam perjalanan, maupun ketika berada di rumah. Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam selalu menunaikan dakwah kapanpun dan dimanapun.
Para sahabat yang mulia mendengar semua itu dan menyaksikan aktivitas dakwah Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam di dunia nyata. Mereka pun bergerak, kemudian bangkit menjalankan akivitas dakwah menyertai Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Mereka mencintai dan nencurahkan seluruh hidup untuk dakwah, sehingga dakwah menjadi kesibukan para sahabat, dan dakwah pula yang menjadi pembicaraan mereka ketika bangun serta mimpi ketika tidur.
Perhatikan kisah Sahabat Abu Bakar Ash-Shidiq berikut ini.
Suatu hari Khalifah Abu Bakar mengirim pasukan ke Negeri Syams. Beliau mengangkat Yazid bin Abu Sufyan, Amr bin Ash, dan Syurahbil bin Hasanah sebagai panglima perang. Ketika semua pasukan sudah menunggang kuda, Abu Bakar berjalan untuk melepas kepergian mereka hingga di Tsaniyah Al-Wadda’. Para sahabat berkata, “Wahai Kahalifah Rasulullah, engkau berjalan kaki sedang kami menunggang kuda?” Abu Bakar menjawab, “Aku berharap agar Allah menghitung setiap langkahku ini sebagai jihad di jalan Allah.
Abu Bakar kemudian memberikan nasihat dengan berkata, “Aku berwasia kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah. Berjuanglah di jalan Allah. Perangilah orang yang mengingkari Allah, karena Allah adalah penolong agama-Nya. Jangan dengki, jangan berkhianat, jangan penakut, jangan membuat kerusakan di muka bumi ini. Jangan mendurhakai apa yang aku perintahkan kepada kalian.
Apabila kalian bertemu dengan musuh dari kalangan musyrikin, ajaklah mereka kepada tiga hal. Jika mereka memenuhi ajakan tersebut, maka lindungi mereka dan tahanlah serangan kalian.
Ajaklah mereka untuk memeluk Islam, apabila mereka memenuhi ajakan tersebut, maka lindungilah mereka dan tahanlah serangan kalian. Lalu ajaklah mereka untuk berpindah dari daerah mereka menuju daerah kaum Muhajirin. Jika mereka melakukan itu maka kabarkanlah bahwa bagi mereka hak dan kewajiban yang sepadan dengan hak dan kewajiban kauum muhajirin. Jika mereka masuk Islam dan memilih daerah mereka sendiri daripada kaum daerag kaum Muhajirin maka kabarkanlah bahwa status mereka sama seperti status kaum Muslim Badui, di mana hukum Allah yang diwajibkan kepada kaum Muslimin berlaku atas mereka, tapi mereka tidak berhak mendapatkan bagian fa’I dan ghanimag sedikit pun, kecuali jika mereka turut berjuang bersama kaum Muslimin yang lain.
Apabila mereka enggan masuk Islam, serulah mereka untuk membayar jizyah. Jika mereka memenuhinya maka lindungi mereka dan tahanlah serangan kalian. Tapi, apabila mereka enggan membayar jizyah, mohonlah pertolongan kepada Allah atas pengingkaran mereka, kemudian perangilah mereka. Jangan menebangi kebun kurma dan jangan membakarnya. Jangan membunuh hewan ternak. Jangan menebang pohon yang sedang berbuah. Jangan menghancurkan tempat Ibadah. Jangan membunuh anak kecil, orang tua, dan perempuan.
Lihatlah betapa mulianya Islam, betapa istimewanya Islam, tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam, adalah pernyataan yang tidak dapat dibenarkan jika ada yang mengatakan bahwa nanti ketika Khilafah tegak akan terjadi diskriminasai terhadap orang-orang non Islam. Betapa mulianya para sahabat Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan segenap pengorbanannya melakukan pengabdian kepada Islam dengan sepenuh hati. Atas dasar keimanan yang kokoh dan akidah yang lurus nyawa pun siap untuk di korbankan. Adalah suatu hal yang tidak dapat diterima oleh akal bilamana kewajiban halaqah mingguan saja masih bolong-bolong dengan berbagai macam alasan.
Pemuda Islam adalah pemuda masa depan, masa depan Islam ada dipundak-pundak kalian. Tetaplah tegar dan sabar dalam menghadapi berbagai macam problematika kehihidupan yang tengah kalian hadapi. Kita adalah pemuda-pemuda tangguh, pemuda-pemuda yang siap melaukan perubahan di tengah-tengah ummat untuk mengembalikan kehidupan Islam. Kalian adalah pemuda yang Istimewa.
Berikut ini kisah dua orang pemuda belia yang biasa dipanggil Ibna Afra’ (Dua Putra Afra) yang diceritakan oleh Abdurrahman bin Auf saat Perang Badar. Abdurrahman bin Auf berkata, “Aku berada dalam sebuah barisan saat Perang Badar. Ketika menoleh ternyata di kanan kiriku ada dua orang pemuda yang masih sangat belia. Aku seperti tidak percaya dengan keberadaan mereka. Salah seorang dari mereka berkata kepadaku dengan suara lirih agar tidak didengar saudaranya,
“Paman, tunjukkan padaku orang yang namanya Abu Jahal?”
“Kenapa?” Apa yang akan kamu lakuka kepadanya?”
“Aku berjanji kepada Allah, jika aku melihat Abu Jahal, aku akan membunuhnya atau aku terbunuh olehnya.”
Allaahu Akbar! Seolah-olah jari jemariku tidak mampu untuk melanjutkan berkisah tentang pemuda yang sangat luar biasa ini, tidak ada kesedihan ataupun ketakutan dalam dirinya sekalipun mereka tahu bahwa ajal akan menemuinya. Apa yang telah kita korbankan untuk Islam ini wahai pemuda Islam? Apakah kita juga memiliki keberanian yang sama seperti pemuda belia ini? Beranikah kita menyampaikan Islam, tentang kewajiban menegakkan Khilafah di hadapan dosen kita yang barangkali liberal dan dihadapan puluhan teman kita di kelas. Sengaja tidak saya beri tanda tanya karena memang pertanyaan ini tidak untuk dijawab dengan lisan, akan tetapi perbuatan.
Pemuda yang kedua juga mengatakan hal yang sama dengan suara lirih agar tidak didengar oleh saudaranya. Abdurrahman bin Auf melanjutkan ceritanya, “Sungguh ini membuatku gembira. Aku bersama dua orang pemuda yang masih sangat belia. Aku pun lalu menunjukkan posisi Abu Jahal kepada mereka, dan keduanya langsung menyerang Abu Jahal seperti burung elang hingga mereka akhirnya menemui ajalnya di tangan Abu Jahal. Mereka berdua adalah Ibna Afra’ (dua anak Afra’-ed).” (HR. Bukhari).
Perhatikan pula Mush’ab bin Umair yang menyebarkan Islam dengan segenap jiwa dan raganya. Dia rela menanggung beban derita dan keterasingan untuk di jalan Allah. Berkat kegigihan dakwah Mush’ab, dalam jangka waktu kurang dari setahun, mayoritas penduduk Madinah telah memeluk Islam. Demikian pula dengan para sahabat yang menyebar ke seluruh penjuru dunia setelah wafatnya Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang kemudian mereka juga wafat dan dimakamkan di tanah rantau, tiada lain motivasi mereka adalah karena cinta telah merasuk ke dalam seluruh aspek kehidupan mereka.
Bagi para sahabat, dakwah adalah kesibukan utama mereka. Maka tidak heran jika para sahabat itu berhak mendapatkan pertolongan dan bantuan Allah.
Sesungguhnya kita pun dapat meraih pertolongan dan bantuan Allah seperti para sahabat, jika kita suka berdakwah dan menjadikan dakwah sebagai kesibukan utama, sebagai poros kehidupan kita. Semoga langkah-langkah berikut dapat membantu kita mewujudkan tujuan tersebut.
1. Kita tanamkan dalam hati bahwa berdakwah kepada Allah adalah suatu kewajiban yang ditetapkan. Seorang mukmin sejati akan tunduk dan patuh di hadapan suatu kewajiban yang telah ditetapkan Allah. Merekalah orang-orang yang beruntung.
2. Kita renungkan faedah dan manfaat yang kembali kepada kita dibalik kesibukan berdakwah kepada Allah. Berikut di antara manfaat dakwah.
- Hati merasa tenang dan tenteram, karena berdakwah kepada Allah sama dengan berzikir. Allah berfirman berkenaan dengan orang-orang yang tenggelam dalam zikir, (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah Swt. “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (TQS. Ar-ra’d) : 28).
- Mematangkan pikiran dan memperoleh sejumlah pengalaman serta informasi. Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt. “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan. (TQS. Al-anfal : 29).
- Memiliki sikap istiqomah dan berbudi mulia. Sebab, dakwah merupkan salah satu metode untuk memengaruhi manusia. Benarlah firman Allah Swt. “Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berperilaku lemag lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras dan beehati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (TQS. Al-Imran : 159). Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar. (TQS. Fushilat : 34-35).
- Memiliki kekuatan jasmani dan kesempurnaan ruhani. Ini sejalan dengan sabda Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam, “Semoga Alla memberi kekuatan kepada seseorang yang mendengar ajaran kami lantas ia menghafal dan m enyampaikannya kepada orang lain. Banyak orang yang menrima ilmu, tapi ia tidak memahaminya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
- Terbebas dari siksa Allah, serta meraih pahala di dunia dan akhirat. Allah Swt. berfirman, “ Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (TQS. Al-a’raf : 165). siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (TQS. Fushilat : 33). dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (TQS. Al-Imran : 104).
3. Selalu berkaca kepada sejarah Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan sejarah Islam, terlebih sejarah perjaanan hidup sahabat. Karena dengan selalu berkaca dengan seJarah mereka, hal itu akan berpengaruh besar terhadap prilaku kita untuk mengikuti dan meneladani, atau minimimal berusaha untuk meniru mereka.
4. Ingatlah kondisi yang sedang kita alami saat ini, begitu tidak memperhatikan dakwah. Sedangkan pendakwah kebathilan begitu getol menjalankan pahamnya hingga mereka menjadi pemimpin dan penguasa.
5. Berdakwah secara terorganisasi dengan memakai berbagai uslub termasuk media yang memungkinkan, selama tidak bertentangan dengan tuntunan ajaran agama kita yang hanif. Karena kebersamaan adalah rahmat, sedang konflik dan perpecahan adalah azab. Tujuan yang baik harus menggunakan metode dan media yang baik, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam.
6. Ingatlah, kejayaan umat-umat terdahulu sirna akibat mengabaikan seruan dakwah kepada Allah Swt. Allah Swt, berfirman, telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan Munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya Amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, Yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik. (TQS. Al-Maidah : 78-81).
Selalu mengigat Allah karena hati ini mudah lupa. Sedangkan obat lupa adalah selalu mengingat. Sebab, Allah Swt berfirman, “Oleh sebab itu berikanlah peringatan, jika peringatan itu bermanfaat.” (TQS. Al-a’la : 9). Dan tetaplah memberi peringatan,karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. (TQS. Adz-Dzariyat : 55).
Siapa musuh kita sebenarnya?
Sesungguhnya musuh kita hari ini adalah diri kita sendiri. Diri kita terlalu senang bermalas-malasan, yang jumud dan tidak cerdas, yang tidak mau membuka diri, yang tidak dewasa, yang sangat sering melanggar syariah. Diri kita yang masih terjebak dengan masa lalu, terlalu pesimistis, berpikiran negatif. Diri kita yang juga menjadi budak kekecewaan, budak pemikiran, budak figurtas, budak kepentingan, dan budak tujuan pribadi. Diri yang hanya bisa kecewa dan marah. Diri inilah penghalang bagi kemajuan kita hari ini.
Musuh di luar masih bisa dihadapi. Tetapi musuh dari diri kita sendiri bukan gampang menghadapinya. Perampok yang menjarah periferi kita masih bisa dilihat, tetapi musuh dalam selimut terlalu pandai menjaga diri.
Di internal kita, musuh adalah sikap kita sendiri. Sikap yang tidak mau dewasa. Ketika terjadi perbedaan pendapat kita tidak berhasil mengelolanya. Ketika muncul kebijakan yang tidak disenangi kita malah tidak berhasil memakluminya. Ketika saudara kita bersifat kekanak-kanakan kita malah tidak dewasa. Ketidakdewasan kita terlihat dari ketidakmampuan menjadi berbeda, memaksakan kehendak, pesimistis, pemalas, senang melanggar aturan, jumud, bodoh, dan mau-maunya dibodoh-bodohi. Ampunilah diri kami ya Allah. Mudah-mudahan Allah Swt. segera memberikan pertolongan-Nya kepada kita demi terwujudnya ‘izzul Islam wa al-muslimin. []
Van Ar-Rahman | Jum'at, 6 - 12 - 2013
Asrama Daarul Fikr - UINSA - Surabaya
Posting Komentar