Hukum Menjadi PNS di Negara Demokrasi

Hukum Menjadi PNS di Negara Demokrasi
Sumber Antara Foto : Hukum Menjadi PNS di Negara Demokrasi
Pertanyaan : Apakah bekerja sebagai PNS otomatis dianggap terlibat dalam sistem kufur? Apakah haram status PNS pada sistem pemerintahan demokrasi seperti saat ini?

Jawaban :

Pendahuluan

Pasca runtuhnya khilafah Islamiyah terakhir di Turki pada 28 Rajab 1342 bertepatan 3 Maret 1924 hingga saat ini belum ada khilafah Islamiyah yang dalam terminologi modern disebut Negara Islam. Yaitu Negara yang menjadikan kedaulatan berada pada asy-syaari (pembuat syariat) sekaligus keamanannya di bawah kontrol keamanan Islam.

Praktis yang ada saat ini adalah Negara kufur, yaitu Negara yang tidak menerapkan Islam atau sistem keamanannya di bawah kontrol Negara kafir imperialis.

Hanya saja penisbatan sistem yang diterapkan sebuah Negara (misal: demokrasi) dengan sistem kufur tidak otomatis menetapkan siapapun yang hidup di Negara tersebut termasuk penyelenggara Negaranya dengan status kafir. Keluarnya seseorang yang tidak menerapkan hukum Allah sangat bergantung dengan keyakinannya (I’tiqad). Jika seseorang berkeyakinan dalam hati bahwa ada hukum yang lebih baik dari hukum Allah maka ia kafir. Demikian pula menganggap hukum Allah setara (sama) dengan hukum buatan manusia maka ia kafir (Tahkimul Qawanin, Syaikh Muhammad bin Ibrahim asy syaikh). Demikian juga seseorang yang berkeyakinan bahwa berhukum dengan hukum Allah tidak wajib, dan meyakini bahwa boleh memilih (antara berhukum dengan hukum Allah atau tidak) disertai keyakinan bahwa hal itu adalah hukum Allah juga, ini adalah kekufiran yang besar (Ibnul Qayyim, Madarijus Salikin, 1/337)

Akan tetapi seseorang (termasuk aparatur Negara) yang tidak menerapkan hukum Allah akan tetapi dihatinya masih ada keyakinan bahwa sistem Islam adalah sistem terbaik, maka ia tidaklah kafir. (Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam Muqaddimah Dustur).

Orang yang seperti ini oleh Ibnu ‘Abbas ra. Dikategorikan dzalim lagi fasik.
Siapa yang ingkar terhadap apa yang Allah turunkan maka ia telah kafir. Sedang siapa yang mengakui apa yang Allah turunkan tetapi tidak berhukum dengan-Nya maka ia dhalim lagi fasiq. Riwayat Ibnu Jarir (Imam Ibnu Katsir, tafsir quran al ‘adhim 3/119)

Hukum PNS pada Sistem Kufur

Hukum bekerja sebagai PNS pada sistem kufur memerlukan rincian. Rincian hukumnya sangat bergantung pada jenis pekerjaannya.

Jika pekerjaanya mengandung keharaman maka hukumnya haram. Seperti: pemungut pajak, pegawai bank, guru yang mengajarkan system kufur (kapitalisme, demorkasi, dll), hakim yang memutus bukan dengan hukum Allah, jaksa yang menuntut bukan dengan hukum Allah, dsb. Dalil keharamannya kembali pada dalil masing-masing perbuatan tersebut. Misalnya tentang pemungut pajak nabi menyatakan:
Tidak akan masuk surga orang yang memungut pajak. (Hr. Ahmad, ad Darimi, al Hakim menyebut hadist ini shahih menurut syarat Imam Muslim, Syaikh Syu’aib al Arna’uth menyatakan hasan li ghairihi)
Jika pekerjaannya bukan pekerjaan yang mengandung keharaman maka hukumnya mubah, atau maksimal makruh. Seperti guru ilmu-ilmu sains, pekerjaan yang bersifat administrasi, kurir, bagian keamanan, dsb. Dalilnya adalah bahwa Nabi mendiamkan sahabat yang bekerja pada orang musyrik untuk pekerjaan yang mubah (pandai besi), bahkan pada saat diancam agar mengingkari kerasulan Nabi Muhammad. Dari Khabbab dia berkata:

Aku dulu adalah tukang besi di masa jahiliyyah, lantas aku bekerja membuat pedang untuk Al-Ash bin Wa’il As-Sahmi. Ia menahan gajiku. Lalu aku datang menuntut gaji kepadanya, lantas dia berkata,”Aku tidak akan memberimu sampai kamu kufur kepada Muhammad saw. Aku berkata.”Aku tidak akan kufur (bahkan) sampai Allah mematikanmu lalu menghidupkanmu (aku tidak akan kufur)”. Dia berkata, “Jika aku mati dan dibangkitkan maka aku akan punya harta dan anak. Maka akan kubayar gajimu. Maka Allah menurunkan “Apa pendapatmu dengan orang yang kafir dengan ayat-ayat kami dan ia mengatakan, “Sungguh benar-benar aku akan diberi harta dan anak” (Maryam: 77) (HR. Bukhari)

Mensyarah hadist di atas Ibnu hajar al Atsqalani menyatakan bahwa Khabab saat itu bekerja pada orang Musyrik di kota mekah yang merupakan dar al harb (Negara kufur yang diperangi). Hukumnya bisa jadi boleh dalam kondisi darurat atau boleh karena belum ada ijin memerangi orang kafir.

Imam Ibnu Hajar mengutip pendapat al Muhallab yang menyatakan:
Ahli ilmu memakruhkannya kecuali dalam kondisi darurat. Itupun dengan dua syarat: (1) pekerjaan itu dibolehkan oleh syari’at, (2) tidak menimbulkan mudhorat bagi kaum muslimin (al Hafidz Ibnu hajar dalam Fathul Baari 7/117)

Penutup

Prinsip tauhid adalah itsbat (penetapan) dan manfiy (penolakan). Seseorang yang mengimani bahwa hukum Allah adalah sistem yang terbaik, maka pada saat yang sama harus menolak seluruh hukum selain hukum Allah (thaghut).
Allah berfirman: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu (QS. An Nisa: 60)
Siapapun orangnya (PNS atau bukan), maka wajib baginya hanya loyal (wala’) pada Islam saja, sekaligus disloyal (bara’) pada sistem selain Islam.

Bagi seorang PNS sikap wala’nya pada Islam ditunjukkan dengan tidak bekerja sebagai PNS pada pekerjaan yang mengandung keharaman. Termasuk menolak segala peraturan yang bertentangan dengan Islam. Wallahu ‘alam bi shawab.

Wahyudi Ibnu Yusuf

Posting Komentar

Posting Komentar