Dua Kebaikan Yang Akan Didapat Seseorang Dalam Berdakwah
Tercatat dalam sirah nabawiyah bagaimana saat Rasulullah saw pada tanggal 5 Jumadil Awal tahun ke 8 hijriah mengirim 3000 pasukan kaum muslimin untuk melawan 100.000 pasukan Kaisar Romawi Heraklius dengan sekutunya Malik bin Zafilah yang membawa 100.000 pasukan, sehingga total pasukan yang akan dihadapi kaum muslimin adalah 200.000 orang. Dengan menggunakan perhitungan matematika, maka perbandingan musuh yang akan dihadapi setiap orang dari kaum muslimin adalah 1 : 66,6, yang berarti setiap 1 orang dari kaum muslimin akan menghadapi 66 atau 67 orang dari pasukan musuh.
Mendengar jumlah yang demikian banyak, pasukan kaum muslimin pun terbagi menjadi dua pendapat, sebagian berfikir untuk mengurungkan peperangan dengan menginformasikan jumlah pasukan musuh, sebagian lagi ingin tetap berperang namun dengan terlebih dahulu meminta tambahan pasukan dari Rasulullah saw dengan rencana akan mengirimkan surat kepada Rasulullah saw.
Melihat adanya sikap kaum diantara pasukan kaum muslimin tersebut, Abdullah bin Rawahah kemudian berseru dengan lantang dihadapan pasukannya.
“Wahai sekelompok kaum! Demi Allah! Sesungguhnya apa yang kalian benci justru itulah yang kalian cari, yaitu syahid! Kita keluar memerangi musuh bukan karena jumlah atau kekuatan atau berdasarkan jumlah, tetapi kita memerangi mereka demi Dinul Islam, yang Allah telah memuliakan kita dengannya. Oleh karena itu berangkatlah! Sesungguhnya di tengah kita ada dua kebaikan; “menang atau syahid”!
‘Menang atau Mati Syahid’ itulah yang memantik semangat kaum muslimin sehingga kemudian terjadilah pertempuran dahsyat di suatu daerah bernama Mu’tah, sehingga perang ini dinamakan perang mu’tah, yang mengakibat beberapa nyawa kaum muslim menemui kesyahidannya, termasuk Abdullah bin Rawahah, setelah sebelumnya diawali dengan syahidnya Zaid bin Haritsah , kemudian di di susul syahidnya Ja’far bin Abi Thalid. Serta beberapa pasukan kaum muslimin yang lain.
Itulah dua kebaikan dalam amal jihad, hidup mulia jika memenangan pertempuran, atau mati syahid saat meninggal dalam pertempuran tersebut.
Bagaimana dengan amal dakwah? Maka sungguh di dalam amal dakwah pun terdapat dua kebaikan yang akan diraih jika seseorang dalam dakwahnya secara ikhlas dan sungguh-sungguh dalam berdakwah.
Apa dua kebaikan tersebut? Tidak lain adalah kebaikan berupa pahal kesabaran dan kebaikan pahala hidayah.
Pertama, pahala kebaikan kesabaran.
Seseorang yang aktif melakukan ittishal (kontak) ditengah-tengah masyarakat, dalam rangka untuk menyadarkan umat bahwa hakikatnya umat sekarang sedang sakit pasca runtunya Khilafah pada 28 Rajab 1342 H yang lalu, menyadarkan bahwa obatnya adalah hanya kembali kepada Islam, dan kembali kepada Islam itu adalah dengan cara menerapkan kembali syariah Islam dalam setiap aspek kehidupan yakni, menyadarkan akan kewajiban menegakkan Khilafah Islam sebagai satu-satunya institusi pelaksana syariah Islam tersebut, maka itu lebih baik daripada mereka yang setuju syariah dan khilafah namun tidak berjuang, tidak berdakwah ditengah-tengah masyarakat karena tidak merasa tidak sabar jika terjadi penolakan dari masyarakat, baik dampak negative penolakan tersebut berupa kata-kata atau bahkan fisik.
Rasulullah saw bersabda
الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الَّذِي لاَيُخَالِطُ النَّاسَ وَلاَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ
“Orang Mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar menghadapi gangguan mereka itu lebih besar ganjarannya dari orang Mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar menghadapi gangguan mereka,” ( Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Al-Bukhari, Ahmad, dan Abu Nuaim).
Memang terdapat sebuah hadist yang menyebutkan keutamaan dalam beruzlah atau mengasingkan diri dari keburukan yang terjadi di masyarakat.
Mereka yang menganggap uzlah itu lebih utama berhujjah dengan hadits Abi Sa’id Radhiyallahu Anhu. Ada orang yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling utama? Beliau menjawab,
رَجُلٌ يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِاللهِ بِمَالِهِ وَنَفْسِهِ ٌقَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ مُؤْمِنٌ فِي شِعْبٍ مِنْ الشِّعَابِ يَعْبُدُ اللهَ رَبَهُ وَيَدَعُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ
“Seorang yang berjihad dengan harta dan jiwanya’. Orang itu bertanya lagi, ‘siapa lagi’. Beliau menjawab,’Orang Mukmin yang tinggal di bukit terpencil untuk beribadah kepada Rabb-nya dan meninggalkan manusia dari kejahatannya’.”(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Dan dalam hadits Uqbah bin Amir Radhiyallahu Anhu,”Aku berkata,’Wahai Rasulullah, apakah keselamatan itu?’Beliau menjawab,
اَمْلِكُ عَلَيكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَاَبْكِ عَلَى خَطِيْئَتِكَ
‘Kendalikanlah lisanmu dan tetaplah tinggal di rumahmu serta tangisilah kesalahanmu’.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi Ahmad, dan lain-lain).
Bagaimana mensikapi perbedaan tersebut, maka penulis sependapat dengan penjelasan dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah yang berkata,
“Ketahuilah, bahwa yang paling utama adalah seorang Mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar atas gangguan mereka. Orang yang seperti itu lebih utama dari seorang Mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar atas gangguan mereka. Tetapi, terkadang terjadi perkara-perkara yang menjadikan uzlah itu lebih baik daripada bergaul dengan manusia, apabila manusia takut fitnah mengenai dirinya. Seperti, tinggal di negeri yang diterapkan peraturan-peraturan yang mengharuskan seseorang menyimpang dari agamanya, harus mendakwahkan bid’ah, atau ia melihat bahwa kemaksiatan telah merajalela. Jika ia takut terimbas dan terjerumus ke lembah dosa dan nista, maka dalam kondisi yang seperti itu, dia lebih baik beruzlah”
Jadi, ketika seseorang melakukan ittishal (kontak) ditengah-tengah masyarakat, dan ia bersabar atas sikap penolakan dari masyarakat, maka sungguh ia mendapatkan pahala atas kesabarannta tersebut. Dan pahala sabar adalah syurga.
Berita gembira berupa pahala yang tak terbatas bagi orang-orang penyabar.
Di dalam Al Qur’an, Allah ta’ala berfirman :
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar itu akan dipenuhi pahala mereka dengan tiada hitungannya.” (Az Zumar: 10)
Allah juga berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Sesungguhnya Kami akan memberikan cobaan sedikit kepadamu semua seperti ketakutan, ketaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, kemudian sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al Baqarah: 155)
Kedua, Pahala Kebaikan berupa Hidayah.
Seseorang yang berdakwah, melakukan kontak, kemudian seseorang yang di kontak tersebut menerima seruan dakwah tersebut,maka sungguh Allah swt dan RasulNya menjanjikan pahala hidayah tersebut.
Rasulullah saw bersabda “Siapa saja yang menyeru manusia pada hidayah, maka ia mendapatkan pahala sebesar yang diperoleh oleh orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka. “ (HR Imam Muslim)
Dalam riwayat lain, Rasulullah saw bersabda :
“Demi Allah, jikalau Allah memberi hidayah kepada satu orang dengan sebab dirimu, hal itu benar-benar lebih baik bagimu daripada unta-unta merah.” (Muttafaqun Alaihi)
Subhanallah…
Itulah dua kebaikan yang akan didapatkan oleh orang-orang yang secara ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam melakukan ittishal (kontak) dalam rangka berdakwah, yakni akan mendapatkan satu diantara dua kebaikan , yakni pertama kebaikan sabar saat yang di kontak menolak ajakan dakwah tersebut, kemudian ia bersabar atas sikap penolakan tersebut dan sabar itu pahalanya tidak ada batasnya, serta kebaikan berupa pahala hidayah saat orang menerima seruan dakwah itu. Wallahu a’lam bisshowab.[]
Samarinda, 20 Rajab 1435 H
#IndonesiaMilikAllah, terapkan syariah, agar kehidupan menjadi berkah.
Sumber : http://adivictoria.wordpress.com/2014/05/20/dua-kebaikan-yang-akan-didapat-seseorang-dalam-berdakwah/
Posting Komentar