Dari Hanzhalah Kita Belajar

YAHYA bin Yahya at-Taimi menuturkan kepada kami, demikian pula Qathan bin Nusair, sedangkan lafazhnya adalah milik Yahya. Yahya mengatakan; Ja’far bin Sulaiman mengabarkan kepada kami dari Sa’id bin Iyas al-Jurairi dari Abu ‘Utsman an-Nahdi dari Hanzhalah al-Usayyidi, dia berkata –sedangkan dia itu adalah termasuk salah satu juru tulis Rasulullah Saw.- dia mengatakan; suatu ketika Abu Bakar menemuiku dan berkata, “Bagaimana keadaanmu wahai Hanzhalah?” Hanzhalah mengatakan; maka aku katakan, ”Hanzhalah telah menjadi munafik.” Abu Bakar mengatakan, “Subhanallah! Apa yang kamu ucapkan?” Hanzhalah menjawab; ku katakana, “ketika kami berada di sisi Rasulullah Saw. Beliau mengingatkan kepada kami mengenai neraka dan surga sampai seolah-olah kami benar-benar bisa melihatnya secara langsung denga mata kepala kami saat itu. 

Namun, ketika kami sudah meninggalkan majelis Rasulullah Saw maka kami pun sibuk bersenang-senang dengan istri-istri dan anak-anak serta sibuk dengan pekerjaan kami sehingga kami banyak lupa.” Abu Bakar menjawab, ”Demi Allah, aku pun menjumpai perkara yang serupa.” Maka aku bersama Abu Bakar beranjak menemui Rasulullah Saw. dan aku katakana di hadapan beliau, “Hanzhalah telah menjadi munafik wahai Rasulullah.” Maka Rasulullah Saw mengatakan, “Apa yang kamu maksudkan?” Aku katakana, “Wahai Rasulullah, ketika kami berada di sisimu anda mengingatkan kami mengenai neraka dan surga sampai itu semua seolah-olah tampak di depan mata kepala kami, lalu ketika kami meninggalkan majelismu maka kami pun sibuk bersenang-senang dengan istri-istri dan anak-anak serta pekerjaan sehingga melupakan kami banyak hal.” Maka Rasulullah Saw menjawab, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya kalian selalu berada dalam kondisi sebagaimana ketika berada di sisiku dan terus menerus sibuk dengan dzikir, niscaya para malaikat pun akan menyalami kalian di atas tempat pembaringan dan di jalan-jalan kalian. Namun wahai Hanzhalah, ada kalanya begini dan ada kalanya begitu.” Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali (HR. Muslim)

Berdasarkan hadits diatas, dapat kita simpulkan bahwa walaupun Abu Bakar sebagai pemuka Islam dan Hanzhalah hanya sekedar juru tulis Rasulullah Saw, dalam urusan keimanan mereka memiliki kesamaan kondisi, yaitu kadang meningkat dan kadang menurun.

Artinya pula, konsep keimanan yang dibina Rasulullah Saw tersebar secara merata di kalangan para sahabat. Apapun kelas sosialnya dan bagaimanapun latar belakangnya.

Hadits yang agung ini juga menjelaskan kepada kita akan pentingnya meluangkan waktu untuk hadir di majelis-majelis ilmu. Peringatan-peringatan Allah swt tidak diserukan di pasar-pasar, tidak juga di tempat-tempat hiburan. Akan tetapi di masjid-masjid dan di tempat-tempat yang biasa digunakan untuk menuntut ilmu agama.

Belajar Islam lewat buku-buku, radio dan televisi itu baik. Namun lebih baik lagi jika kita memberikan jatah waktu khusus untuk hadir di majelis-majelis ilmu. Banyak kelebihan yang akan kita dapatkan disana, diantaranya suasana yang sangat mendukung untuk menyimak apa yang disampaikan oleh sang Ustadz, dan juga mendapatkan ketenangan dari Allah Swt.

Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah Allah, mereka membacakan kitabullah dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan makhluk yang ada di dekatnya. Barangsiapa yang kurang amalnya, maka nasabnya tidak dapat mengangkatnya.” (HR. Muslim)

Pelajaran lain yang dapat kita ambil dari hadits ini adalah kondisi keimanan seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Tempat dimana seseorang beraktivitas dan siapa orang-orang yang ia pergauli akan mempengaruhi kondisi kejiwaannya.

Jika hidup kita terlalu banyak di pasar maka apa yang ada dalam fikiran kita tidak jauh dari urusan dunia. Jika lingkungan hidup kita dikelilingi oleh orang-orang shaleh yang rajin beribadah dan menuntut ilmu maka kejiwaan kita akan terpengaruh oleh mereka.

Maka dari itu, Nabi Muhammad Saw sering mengingatkan kita agar memperbanyak bergaul dengan orang-orang shaleh. Karena semangat ibadah yang mereka miliki dapat menular kepada kita.

Semoga aktivitas kita untuk akhirat dan aktivitas untuk dunia dapat berjalan secara seimbang dan proporsional. [Azam/Islampos]
Posting Komentar

Posting Komentar