Menurut Survei, Politik Uang Cenderung Diterima, Tapi Calonnya Ditolak
Lembaga survei Indikator Politik Indonesia menggelar penelitian untuk mengetahui seberapa besar tingkat penerimaan pemilih di daerah dan nasional terhadap politik uang menjelang Pemilu 2014 ini.
“Sebanyak 41,5 persen responden di 39 daerah pemilihan menganggap politik uang wajar. Ini berbahaya dan sudah di level warning,” kata Direktur Eksekutif Indikator, Burhanuddin Muhtadi, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis 12 Desember 2013.
Selanjutnya, dari 41,5 persen responden yang menganggap politik uang wajar, mereka ditanya lagi soal kecenderungan terhadap hadiah atau uang yang diberikan. Hasilnya, 55,7 persen memilih untuk mengambil uang, tetapi tidak memilih si calon yang memberikan uang itu.
“Ini ibarat penipu kecil yang ingin menipu perampok besar,” ujar Burhanuddin.
Survei Indikator menemukan, gender tidak mempengaruhi praktik politik uang, sebab kaum perempuan juga toleran terhadap politik uang meskipun secara statistik tidak begitu besar.
Faktor yang berpengaruh adalah tingkat pendidikan dan pendapatan atau tingkat ekonomi. “Semakin rendah pendidikan, semakin tinggi toleransi terhadap politik uang,” kata Burhanuddin.
Sementara secara nasional, Indikator mencatat sebanyak 54,3 persen responden menolak politik uang dan memilih partai yang tidak melakukan praktik politik uang.
Dari situ diambil kesimpulan, semakin luas konstituen, justru semakin sedikit terjadi praktik politik uang. “Semakin orang mengaku sering ditawari politik uang, semakin toleran terhadap politik uang. Jadi yang pernah ditawari cenderung toleran dan menerima politik uang,” kata Burhanuddin.
Survei ini dilakukan pada September-Oktober 2013 di 39 dapil di wilayah Jawa, Sumatera Utara, dan Sulawesi. Jumlah responden sebanyak 1.200 orang berusia 17 tahun ke atas. Mereka dipilih secara acak menggunakan metode multistage random sampling. Margin of errorsurvei ini 2,9 persen.
()syababindonesia/gerilya-dakwah.blogspot.com
Posting Komentar