BPJS Kembali Bawa Nasib Buruk

JAKARTA - Nasib buruk seolah tak hentinya menerjang masyarakat sejak lahirnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada awal 2014.

Sesungguhnya masyarakat sangat bersemangat untuk membuat kartu JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) demi merasakan manfaat BPJS. Hal itu agar ada jaminan kesehatan di kemudian hari.

Namun faktanya, nasib buruk dialami pensiunan Pemerintah Daerah Jakarta Barat, H Masjudi (62), asal Kapuk, Jakarta Barat. Sejak 2013 ia terkena sakit saraf yang membuat badannya tidak seimbang kalau berjalan.

“Sistem JKN ini malah bikin tambah sulit. Saya kan terus meminum obat darah tinggi dan obat pengencer darah. Dulu, kalau ambil obat, saya bisa dikasih obat untuk satu sampai tiga bulan. Sekarang, cuma 10 hari, malah makin ke sini makin sedikit saja obat yang dikasih,” ia mengungkapkan saat ditemui SH di Puskesmas Cengkareng, Rabu (19/2).

Kondisi Masjudi kini sedang membaik sehingga bisa membawa motor ke puskesmas. Ia merasa, dengan JKN hidupnya jadi terus-menerus di puskesmas. Rumah sakit, ujarnya, seperti rumah kedua baginya.

“Pukul 08.00 WIB sampai di puskesmas, di sini cuma ambil surat rujukan. Setelah itu ke Rumah Sakit Cengkareng, antre Askes. Diperiksa dokter, antre lagi di kasir untuk ambil obat. Ia menunggu dari pagi sampai pukul 16.00 WIB, cuma dikasih obat tujuh buah. Malah pernah kosong obatnya suruh beli di apotek. Lah, kalau beli sendiri mah nggak usah diajarkan,” ujarnya.

Kakek ini satu di antara pensiunan lain yang menggunakan Askes, yang sekarang bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan. Ia menjelaskan sistemnya sangat lama dan semakin buruk dari pelayanan yang dulu, saat masih berlakunya Askes.

“Kalau nggak beli ya gimana, namanya ingin sembuh, belum ingin mati,” ia mengungkapkan.

Beruntung dirasakan H Marulloh (67), pensiunan Jasa Raharja yang sedang sakit disentri dan stroke karena ia berobat pada Desember 2013, sebelum BPJS Kesehatan beroperasi.

“Pada 13 Desember 2013 dirawat di RS Sumber Waras sampai 12 hari. Biayanya Rp 10 juta, tetapi kami hanya bayar Rp 2 juta. Keluar dari RS, penyakitnya jadi tambah stroke, sekarang berobat jalan saja karena susah kalau mau dibawa ke RS harus naik taksi, obatnya juga bayar,” kata Sueni, Istri Marulloh.

Sueni menambahkan percuma juga kalau di bawa ke rumah sakit karena selain jauh, ia harus membayar taksi yang cukup mahal.

“Sekarang minum obat saja. Obatnya ditebus di Apotek Idaman, belakang Roxy Square, pakai biaya sendiri,” ujarnya. 

Ibu Hamil Berharap

Sejak diberlakukannya JKN oleh BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014, kini Jaminan Persalinan (Jampersal) sudah ditiadakan.

Hal itu karena semua kepesertaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan jaminan kesehatan lainnya sudah beralih ke JKN.

“Tidak usah khawatir, kini ibu hamil tetap bisa mendapat jaminan persalinan dengan kartu JKN. Karena itu, diharapkan ibu hamil sesegera mungkin membuat kartu JKN,” kata Ketua BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, saat diskusi Menyongsong Orde Kesejahteraan Rakyat, minggu lalu.

Program Jampersal adalah jaminan pembiayaan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan KB pascapersalinan dan pelayanan bayi baru lahir.

Mulai tahun ini, pemeriksaan kehamilan dan layanan persalinan secara gratis hanya berlaku bagi peserta BPJS Kesehatan. Bagi warga di luar peserta BPJS Kesehatan tidak bisa menikmati layanan tersebut dengan gratis.

Meryana (28), warga Rawa Buaya Cengkareng, yang sedang hamil sembilan bulan, sudah mempersiapkan kartu JKN sejak diterbitkannya per 1 Januari 2014.

“Saya akan melahirkan di puskesmas ini dengan kartu JKN. Saya memilih kelas 3. Nanti pada 20 Februari saya mulai bayar iurannya. Ini anak kedua, anak pertama saya kemarin lahir di sini juga secara normal. Waktu itu tidak pakai jaminan, jadi saya bayar cash Rp 400.000 ribu,” ia menjelaskan, saat ditemui SH di Puskesmas Rawa Bengkel, Cengkareng, Rabu.

Ia menambahkan, semoga dengan kartu JKN persalinannya dapat berjalan lancar. “Semoga benar dijamin, mudah-mudahan saja nggak ada masalah,” tuturnya.

Begitu juga dengan Astri Sumarni (20). Gadis muda ini sudah hamil anak pertama dengan usia kandungan tujuh bulan. Ketika ditanya soal Jampersal yang kini ditiadakan, Astri belum mengetahuinya.

“Saya nggak tahu kalau ada Jampersal, yang saya tahu jaminan kesehatan ya BPJS itu. Sedang diurus membuat kartunya, masih menunggu nomor antreannya seminggu lagi. Kemungkinan lahir di sini, belum tahu nanti pakai biaya sendiri atau BPJS, yang penting sih lahir,” katanya yang mengantre untuk cek kehamilan. 

Sumber : Sinar Harapan | Gerilya Dakwah
Posting Komentar

Posting Komentar