Demokrasi: Dari Korporasi, Oleh Korporasi, dan Untuk Korporasi

Demokrasi: Dari Korporasi, Oleh Korporasi, dan Untuk Korporasi
BANDUNG - Konferensi Islam dan Peradaban (KIP) 2014/1435 H yang digelar oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kota Bandung pada Kamis (29/05/2014) di Balai Sartika, Bandung, mengambil dua tema inti pembahasan, yaitu Demokrasi dan Sistem Ekonomi Liberal.

Tema pertama mengenai Demokrasi, dibahas oleh Ustadz M. Riyan M.Ag dengan mengambil judul “Demokrasi; Dari Korporasi, Oleh Korporasi, dan Untuk Korporasi.” Menurut Ustadz Riyan, sistem pemerintahan demokrasi lahir dari rahim sekulerisme. Sekulerisme sendiri secara sederhana adalah sebuah paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan dunia.

“Jadi sekulerisme adalah menganggap dirinya yang berhak dan patut mengatur hidupnya, padahal yang berhak mengatur itu adalah Allah” katanya dalam acara yang mengambil tema besar IndonesiaMilikAllah.

Setelah itu, Ustadz Riyan menjelaskan bagaimana sistem demokrasi itu bekerja. Dalam demokrasi, hukum harus mengikuti kehendak rakyat mayoritas. Suara mayoritas ini kemudian diwakilkan kepada anggota DPR, yang sekarang dipilih langsung oleh rakyat itu. Dan ternyata, pilihan dari rakyat itu sendiri merupakan hasil pilihan dari partai politik.

“Partai politik tidak mungkin bisa bekerja sendiri, partai politik pasti akan bekerja sama dengan para pengusaha, para memiliki modal, yang saya sebut sebagai korporasi” paparnya kepada sekitar 1.500 peserta yang hadir pada acara KIP.

Ustadz Riyan melanjutkan dengan memaparkan kerusakan-kerusakan yang terjadi akibat sistem demokrasi ini. Kerusakan pertama, dalam demokrasi memiliki prinsip satu suara satu suara. Artinya satu suara seorang ulama, seorang profesor disamakan dengan satu orang suara pelacur, pemabuk, atau preman. Dalam slide yang ditampilkan oleh Ustadz Riyan, terdapat sebuah kutipan yang menarik dari cendekiawan ternama tentang prinsip satu suara satu orang ini.

“Demokrasi menghitung jumlah kepala tanpa memperhatikan isi kepala” tulis Muhammad Iqbal.
. . . . kerusakan yang paling besar dari enam kerusakan pemerintahan demokrasi adalah kerusakan aqidah. Karena sekulerisme yang melahirkan demokrasi itu bertentangan dengan syari’at Islam. Haram hukumnya meyakini sekulerisme. . . .
Kerusakan kedua dari sistem demokrasi adalah kedaulatan semu. Selanjutnya, kerusakan ketiga adalah suara mayoritas. Kerusakan keempat adalah mahalnya satu kursi dalam parlemen. Kerusakan kelima dari demokrasi ini adalah maraknya korupsi. Bahkan korupsi bisa dilakukan secara “berjamaah”. Kerusakan keenam yaitu sistem demokrasi dijadikan sebagai alat penjajah.

“Seorang profesor yang menjadi narasumber di DPR pernah mengatakan bahwa setiap membuat undang-undang pasti kemudian setiap pasal itu pasti ada pasarnya” jelasnya.

Ustadz Riyan menutup bahasannya dengan mengatakan bahwa kerusakan yang paling besar dari enam kerusakan tersebut adalah kerusakan aqidah. Karena sekulerisme yang melahirkan demokrasi itu bertentangan dengan syari’at Islam. Haram hukumnya meyakini sekulerisme.

“Oleh karena itu, bapak-ibu sekalian demokrasi itu harus diapakan? Demokrasi harus dicampakkan, dibuang ke tempat sampah peradaban” tutupnya diiringi dengan gema takbir Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar dari 1.500 peserta KIP.[PurWD/Adi/voa-islam.com/gerilyadakwah]
Posting Komentar

Posting Komentar