Kembali Pada Al-Qur'an Dan As-Sunnah
Kembali Pada Al-Qur'an Dan As-Sunnah |
Gerakan ini bertujuan mengajak umat Islam meninggalkan taqlid dan berhenti membebek pada fulan dan allan dalam pemahaman dan pengamalan diin Islam, kemudian mengajak mereka memahami dan mengamalkan Islam dari sumbernya yang asli dan utama, yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah. Melalui inisiasi dari gerakan ini, umat Islam semakin banyak yang 'melek' dalil. Saat ingin melakukan sesuatu, mereka tanya dulu dalilnya apa. Melihat ritual tertentu, mereka akan lihat dulu ada tidak sandaran dalilnya. Jika ada, mereka lakukan, dan jika tak ada, mereka tinggalkan.
Gerakan semacam ini tentu sangat positif. Siapa muslim yang tak mau mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah? Bahkan dalam Islam, merendahkan Al-Qur'an atau mengingkari As-Sunnah bisa menyebabkan seseorang jatuh pada kekufuran. Semua ahli Fiqih, ahli Hadits, ahli Tafsir dan ulama Ahlus Sunnah lainnya pun sepakat bahwa sumber utama Islam adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah, tidak ada khilaf pada hal ini, kecuali sekte-sekte sesat.
Namun, gerakan ini perlu diusung secara hati-hati, agar gerakan mulia ini tidak malah membawa kemudharatan bagi umat Islam. Kok bisa mudharat? Ya, bisa menjadi mudharat jika gerakan mulia ini malah dibawa secara serampangan, yang malah merusak kerangka dan struktur memahami Islam, sebagaimana yang disusun oleh para ulama kita dari zaman ke zaman.
Saat menyampaikan hal ini, saya tidak sedang berkhayal. Beberapa contoh keserampangan dalam membawa gerakan ini benar-benar terjadi di sekitar kita. Misalnya, lahirnya sekelompok orang yang begitu mudah menyesatkan pihak lain. Mereka menganggap diri mereka pionir dalam gerakan kembali pada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan ujungnya yang mereka pahami dan amalkanlah yang sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sedangkan yang dipahami dan diamalkan oleh yang lain, yang bertentangan dengan mereka, jelas kebid'ahan dan kesesatannya. Mereka tidak mau menerima bahwa yang mereka pahami dan yang lain pahami adalah perkara khilafiyah yang masing-masing berdalil, masing-masing merujuk pada Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Yang lebih parah lagi, sekelompok orang awam yang bernaung dalam gerakan ini, begitu mudah menyalahkan pihak lain, berbicara ke mana-mana, seakan surga di hadapan mereka, seakan-akan al-haq tidak pernah sedikitpun lepas dari mereka. Mereka begitu mudah menyalahkan amalan orang lain yang berbeda dengan amalan mereka, padahal rujukan mereka dalam beramal hanyalah buku fiqih terjemahan, yang penulis aslinya pun bukanlah ulama rabbani yang diakui keilmuannya oleh seluruh Ahlus Sunnah dari zaman ke zaman. Mereka mengkritik orang yang shalat dengan bertaqlid pada Imam Syafi'i atau Imam Nawawi, padahal mereka sendiri sedang bertaqlid pada seseorang yang kapasitas ilmunya jauh di bawah asy-Syafi'i dan an-Nawawi.
Mereka merasa telah 'kembali pada Al-Qur'an dan As-Sunnah' dan meninggalkan taqlid, setelah membaca buku-buku fiqih terjemahan yang di dalamnya tercantum ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka kira mereka sedang merujuk langsung pada Al-Qur'an dan As-Sunnah, padahal sejatinya mereka sedang bertaqlid pada penulis buku, atau malah bertaqlid pada penerjemah buku.
Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena mereka hanya dimotivasi untuk kembali pada Al-Qur'an dan As-Sunnah, namun tak dipahamkan bagaimana metode untuk memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah tersebut. Sudahkah mereka belajar kaidah-kaidah bahasa Arab? Sudahkah mereka belajar ushul fiqih sedalam-dalamnya? Sudahkah mereka belajar ulumul Qur'an dan ulumul Hadits? Berapa kitab fiqih karya ulama besar mu'tabar yang sudah mereka baca dan telaah? Berapa kitab tafsir yang pernah mereka khatamkan? Berapa kitab syarah Hadits yang sempat mereka kaji?
Jika masih level muqallid, tidak usah berlagak seperti mujtahid.
~Abu Furqan al-Banjary~
Posting Komentar